Bank Indonesia (BI) kembali menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas ekonomi dengan memutuskan mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate di level 5,5% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juni 2025. Keputusan penting ini diambil di tengah gejolak pasar saham domestik, yang tercermin dari pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang perdagangan Rabu (18/6).
Menurut Analis Investindo Nusantara Sekuritas, Pandhu Dewanto, kebijakan Bank Indonesia ini selaras dengan estimasi konsensus pasar. Pertimbangan utama di balik keputusan tersebut adalah tingkat inflasi yang masih terkendali dan penguatan relatif nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belakangan ini. Pandhu menambahkan, langkah BI juga mengindikasikan sikap yang cukup konservatif di tengah meningkatnya ketidakpastian global, khususnya akibat eskalasi konflik Iran-Israel dan sinyal dovish dari The Fed. “Konsensus juga memperkirakan The Fed akan mempertahankan suku bunga pada level 4,5%,” ujar Pandhu pada Rabu (18/6), menyoroti konteks kebijakan moneter global.
Pandhu Dewanto lebih lanjut menjelaskan bahwa keputusan BI untuk mempertahankan BI-Rate diproyeksikan tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap pergerakan IHSG. Faktor dominan yang saat ini menekan laju penguatan IHSG justru berasal dari koreksi bursa saham global yang dipicu oleh memanasnya konflik geopolitik di Timur Tengah, yang menjadi beban berat bagi pasar domestik.
IHSG Melemah ke 7.112,2 di Akhir Sesi Pertama, PGEO, AMMN, INKP Jadi Top Losers LQ45
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah memang masih menjadi pemicu utama volatilitas pasar. Kondisi ini mendorong para investor untuk bersikap wait and see, enggan mengambil posisi terburu-buru di tengah ketidakpastian. Selain itu, pergerakan IHSG juga masih diwarnai oleh sentimen musim dividen yang kini telah memasuki tahap akhir. Fenomena ini justru memicu aksi profit taking pada beberapa saham pembagi dividen, terutama setelah periode cum date, yang berujung pada pelemahan harga saham-saham tersebut.
Untuk periode sementara, Pandhu memproyeksikan IHSG akan bergerak dalam rentang 7.000 hingga 7.240. Hingga akhir Juni mendatang, Pandhu merekomendasikan investor untuk mencermati sektor energi, terutama minyak bumi, mengingat dinamika situasi geopolitik di Timur Tengah. Peluang harga minyak untuk melonjak secara signifikan masih terbuka lebar jika eskalasi konflik berlanjut atau meluas, yang berpotensi mengganggu aktivitas produksi dan distribusi migas global.
Apabila harga minyak dunia mengalami kenaikan substansial, saham-saham seperti PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) menjadi layak untuk diperhatikan oleh investor. Selain itu, investor juga dapat melirik potensi pada saham energi lainnya, seperti batubara. Pandhu menjelaskan, “Jika harga minyak terlalu tinggi, maka ada potensi permintaan batubara akan meningkat,” menunjukkan potensi diversifikasi dalam portofolio energi.
Sebaliknya, jika konflik di Timur Tengah menunjukkan tanda-tanda mereda, terdapat peluang bagi saham-saham bluechip. Terutama, saham-saham yang masih mencatatkan pertumbuhan kinerja kuat pada kuartal I-2025 dan telah mengalami koreksi harga signifikan, dapat kembali menjadi pertimbangan menarik bagi investor.
Pada penutupan perdagangan Rabu (18/6) pukul 15.50 WIB, IHSG tercatat berada di level 7.101,33, menunjukkan koreksi sebesar 0,76% dibandingkan posisi penutupan hari sebelumnya.
Ringkasan
Bank Indonesia (BI) mempertahankan BI-Rate di level 5,5% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juni 2025, sejalan dengan estimasi konsensus pasar. Keputusan ini didasari oleh tingkat inflasi yang terkendali dan penguatan nilai tukar rupiah, serta mengindikasikan sikap konservatif BI di tengah ketidakpastian global akibat konflik Iran-Israel. Analis memproyeksikan bahwa kebijakan BI ini tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Pelemahan IHSG lebih banyak dipicu oleh koreksi bursa saham global akibat ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan sentimen musim dividen yang memicu aksi *profit taking*. Kondisi ini membuat investor cenderung bersikap *wait and see*. IHSG diproyeksikan akan bergerak dalam rentang 7.000-7.240, dengan rekomendasi mencermati sektor energi jika konflik berlanjut, atau saham *bluechip* yang telah terkoreksi jika konflik mereda.