Merapi Membara: Pendaki Nekat Terobos Larangan, Apa Motifnya?

SJAP, Yogyakarta – Aksi nekat yang menggemparkan kembali terjadi di puncak Gunung Merapi yang berstatus Level III (Siaga). Insiden pendakian ilegal ini, yang terekam dalam sebuah video amatir, menunjukkan sekelompok orang menjejakkan kaki di gunung api aktif tersebut pada Juni 2025.

Video itu segera menyedot atensi publik di media sosial awal pekan ini. Dalam rekaman tersebut, sang pendaki dengan bangga menunjukkan posisinya di puncak, seraya memperlihatkan kondisi kawah Merapi yang diselimuti kabut tebal.

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Agus Budi Santoso, sangat menyayangkan keberanian nekat ini. Ia menegaskan, status Siaga yang telah disandang Gunung Merapi sejak lima tahun terakhir seharusnya menjadi peringatan serius bagi siapa pun.

Status Siaga berarti aktivitas pendakian sama sekali tidak disarankan,” jelas Agus pada Senin, 16 Juni 2025. “Potensi lontaran material saat terjadi erupsi eksplosif di Merapi bisa mencapai radius 3 kilometer dari puncak, mengancam keselamatan.”

Selain itu, Agus menambahkan, ancaman awan panas dari erupsi Merapi dapat menjangkau hingga 7 kilometer dari puncak. “Melihat potensi bahaya yang sangat tinggi ini, pendakian ke puncak tidak direkomendasikan hingga saat ini,” tegasnya.

Erupsi Merapi Eksplosif

BPPTKG Yogyakarta mencatat bahwa berdasarkan sejarah letusannya sejak abad ke-18, Gunung Merapi telah meletus lebih dari 80 kali. Sifat erupsi Merapi yang dominan eksplosif menjadikannya sangat berbahaya bagi siapa pun yang berada di zona larangan.

Terlebih lagi, Agus menjelaskan, dalam kondisi erupsi saat ini, bebatuan di area dekat puncak gunung cenderung sangat tidak stabil dan licin. Menginjakkan kaki di bebatuan tersebut dapat memicu longsor, membahayakan nyawa pendaki.

“Risiko tinggi beraktivitas di puncak ini pernah terbukti dari kasus almarhum Eri Yunanto,” ujar Agus, “yang menunjukkan betapa berbahayanya kondisi bebatuan yang tidak stabil di sana.”

Eri Yunanto, seorang mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta, meninggal dunia di puncak Merapi pada 16 Mei 2015. Ia terpeleset dan terjatuh ke dalam kawah Gunung Merapi saat hendak turun dari Puncak Garuda, titik tertinggi gunung tersebut.

Pendakian Merapi Masih Ilegal

BPPTKG Yogyakarta menegaskan bahwa selama Gunung Merapi belum dinyatakan aman, segala bentuk aktivitas pendakian ke puncaknya adalah ilegal dan melanggar ketentuan yang berlaku. Wewenang penjatuhan sanksi atas pelanggaran ini berada di tangan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM).

“Bagi yang ingin menikmati keindahan Gunung Merapi, ada alternatif yang aman,” kata Agus. “Anda bisa melihatnya dari gunung lain seperti Gunung Merbabu dari sisi selatan, di mana pemandangan Merapi justru terlihat sangat memukau.”

Kepala Balai TNGM, Muhammad Wahyudi, membenarkan adanya video aksi pendaki nekat yang viral di media sosial tersebut.

“Kami menerima informasi mengenai aktivitas pendakian di Merapi pada 11 Juni lalu, yang juga sempat diunggah di akun media sosial bersangkutan,” jelas Wahyudi. Dari pendalaman TNGM, diketahui bahwa pendakian itu dilakukan tiga hari sebelumnya, tepatnya pada 8 Juni 2025, dan diduga melibatkan lebih dari satu orang.

Pihak TNGM tidak hanya mengandalkan laporan di media sosial, melainkan juga telah melakukan pengecekan melalui kamera CCTV untuk memastikan identitas para pendaki nekat tersebut.

Wahyudi menambahkan bahwa petugas TNGM telah diperintahkan untuk melakukan penyelidikan mendalam atas kasus pendakian ilegal ini. “Awal pekan ini, kami sedang dalam proses pemanggilan terhadap para pendaki yang bersangkutan,” ungkap Wahyudi.

Sanksi Pendaki Ilegal

Sebagai langkah tegas, pada April 2025, Balai TNGM telah menjatuhkan sanksi kepada 20 orang pendaki ilegal yang terbukti nekat mendaki Merapi saat statusnya Siaga. Sanksi yang dijatuhkan sangat beragam.

Di antaranya, para pendaki tersebut di blacklist dari seluruh aktivitas pendakian gunung di kawasan konservasi selama tiga tahun. Selain itu, mereka diwajibkan melakukan kampanye edukasi dengan menyebarkan informasi penutupan jalur pendakian Gunung Merapi di akun media sosial masing-masing secara berkala, minimal satu unggahan setiap minggu, dan tidak boleh dihapus setidaknya selama enam bulan.

Bukan hanya itu, para pendaki juga diminta untuk menyiapkan dan mengisi 1.000 hingga 1.500 bibit tanaman dalam polybag di sejumlah resor TNGM, seperti Resor Cangkringan, Resor Dukun, Resor Kemalang, dan Resor Musuk Cepogo, serta menata persemaian. Tugas ini merupakan bagian dari upaya konservasi dan pemulihan ekosistem kawasan Gunung Merapi yang harus diselesaikan dalam waktu maksimal satu bulan.

Pilihan Editor: Lilie Wijayati Menuju Tujuh Puncak Gunung Tertinggi Indonesia

Ringkasan

Sekelompok pendaki nekat secara ilegal mendaki puncak Gunung Merapi pada Juni 2025, meskipun gunung tersebut berstatus Level III (Siaga) sejak lima tahun terakhir. Aksi ini terekam dalam video amatir yang viral di media sosial, menunjukkan pendaki berada di kawah gunung api aktif tersebut. Kepala BPPTKG Yogyakarta sangat menyayangkan hal ini, menegaskan bahaya lontaran material saat erupsi eksplosif hingga 3 km dan awan panas hingga 7 km dari puncak.

Pendakian ke puncak Merapi dinyatakan ilegal karena kondisi bebatuan yang tidak stabil dan risiko tinggi. Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) telah menyelidiki insiden ini dan akan memanggil para pendaki yang bersangkutan. Sebelumnya, TNGM telah menjatuhkan sanksi tegas kepada 20 pendaki ilegal lainnya pada April 2025, termasuk blacklist pendakian, kampanye edukasi, dan penyiapan bibit tanaman.